Sabtu, 13 Januari 2018

SINOPSIS Nothing to Lose Episode 31 PART 1

SINOPSIS Nothing to Lose Episode 31 BAGIAN 1


Penulis Sinopsis: Erika
All images credit and content copyright: SBS

EPISODE SEBELUMNYA || SINOPSIS Nothing to Lose Episode 30 Part 2
Jung Joo baru saja menyadari kali ini yang datang adalah Eui Hyun yang sebenarnya, bukan halusinasinya.
“Itu benar-benar kamu? Kamu mendengar ucapanku?”
“Haruskah aku berpura-pura tidak mendengarnya?”


Karena merasa sangat malu, Jung Joo berusaha segera melarikan diri, tapi dia malah terjatuh karena kakinya keseleo.


Eui Hyun berusaha menolong Jung Joo yang bertambah malu karena terjatuh. Eui Hyun sangat mengkhawatirkan Jung Joo sehingga dia memeriksa kedua pergelangan kakinya.
“Kamu baik-baik saja? Astaga. Celaka. Kurasa pergelangan kakimu keseleo. Biar kulihat.”
“Tidak. Sebentar.”
“Pergelangan kaki yang satunya?”
“Aku baik-baik saja. Aku baik-baik saja.”
“Apa? Kamu harus ke dokter.”
“Aku bisa sendiri.”
“Tidak, biar kulihat. Pelan-pelan.”
“Aku harus pergi.”
“Kamu yakin tidak apa-apa?”
“Bantu aku berdiri saja.”
“Baiklah. Tunggu. Satu, dua.”
Saat Jung Joo sudah berhasil berdiri, dia terjatuh lagi saat mencoba melangkahkan kakinya.
“Astaga. Yang benar saja. Biar kulihat.”
“Sakit. Astaga, ini memalukan.”
“Kamu bisa berjalan?”
“Bisa.”
“Sungguh, kurasa kamu harus memeriksakannya ke dokter.”
“Kubilang, aku baik-baik saja.”
“Dengarkan aku.”
“Aku baik-baik saja.”


Saat Eui Hyun membantu Jung Joo berjalan, hakim Choi dan hakim Moon melihat mereka berdua.


Sambil mengompres pergelangan kaki Jung Joo, hakim Moon bertanya kenapa pergelangan kakinya bisa keseleo? Jung Joo menjawabnya dengan ragu-ragu dan tidak yakin, sering kali dia melirik ke Eui Hyun yang berada di mejanya.
“Itu... Aku terkejut dan terjatuh saat mencoba berjalan cepat.”
“Apa yang mengejutkanmu?”
“Apa? Karena apa?”


Hakim Choi yang memperhatikan sikap canggung Jung Joo dan Eui Hyun. Dia memahami apa yang terjadi antara Jung Joo dan Eui Hyun lalu berdiri di samping istrinya, dan mengajaknya keluar.


“Ayo.”
“Apa? Pergelangan kakinya masih harus dikompres.”
“Kenapa kamu polos sekali? Tidak ingatkah kamu saat dahulu kita merasakan romansa kantor? Kita selalu pulang larut dari kantor dengan dalih lembur. Kita membenci hakim senior polos yang ikut bergabung dengan kita.”
“Ya, dahulu kita memang seperti itu. Tapi apa hubungannya dengan ini...”


Hakim Yoon akhirnya mengerti maksud suaminya, dan dia sangat terkejut.
“Berarti kalian berdua...”
“Tidak. Tidak.” Jung Joo dengan panik menyangkalnya.


Melihat reaksi Jung Joo, hakim Choi memberikan pendapatnya.
“Penyangkalan yang kuat sama dengan penekanan yang kuat.”
Kemudian dia memperhatikan Eui Hyun yang lebih banyak tersenyum dibandingkan Jung Joo yang tampak panik.
“Berbeda dengan Hakim Sah, melihat caramu mati-matian menyangkalnya... Hakim Lee, cintamu bertepuk sebelah tangan?”
“Tidak seperti itu.”
Mendengar jawaban Jung Joo, lalu Hakim Moon menganalisis sikap keduanya.
“Kita tidak punya bukti konkret, tapi berdasarkan tingkah laku dan pola reaksi Hakim Sa, khususnya mata dan ekspresi wajahnya, aku berfirasat Hakim Sa sangat menyukai Hakim Lee.”
“Ya. Itu bukan penyangkalan yang kuat. Dia menegaskannya begitu saja. Benar, bukan?” hakim Choi masih memperhatikan ekspresi Eui Hyun.
“Apa kami keliru?” tanya hakim Moon.
“Aku bahkan belum sempat menyatakan perasaanku kepada Hakim Lee. Aku tidak mau orang lain mengetahui perasaanku sebelum dia tahu. Jika kalian tetap penasaran, silakan tunggu sampai waktunya tiba.”


Saat keluar dari ruangan Jung Joo dan Eui Hyun, hakim Moon mengungkapkan pendapatnya tentang Eui Hyun.
“Setiap kali melihatnya, aku selalu berpendapat Hakim Sa tampan seperti aktor berpenampilan menarik. Setiap kata yang keluar dari mulutnya benar-benar menembak jantung wanita. Jika aku menjadi ketua hakim di sebuah panel, aku ingin Hakim Sa menjadi salah satu hakim pembantuku.”
“Sudahlah. Bisakah kamu mengatakan hal yang sama dalam situasi seperti itu?”
“Jika melajang lagi, aku ingin berpacaran dengan orang seperti Hakim Sa.”
“Berangan-anganlah, Bu Moon. Meski itu terjadi, aku akan berdiri di depanmu dan mencegah siapa pun mendekatimu lagi.”


Mereka berdua lalu bertemu dengan hakim Jung. Hakim Moon bertanya pada hakim Jung kenapa dia tidak datang ke seminar hukum gender. Hakim Jung tampak kebingungan menjawab pertanyaan hakim Moon.
“Maafkan aku. Aku akan memberi tahu Anda nanti.”


Eui Hyun mengatakan kepada Jung Joo alasannya tidak datang ke kantor hari ini. Dia datang ke panti asuhan untuk menemui ayahnya yang sedang berulang tahun dan membuatkannya sup rumput laut.
“Pak Oh bilang, kamu terdengar tidak sehat.”
“Aku terserang flu. Aku merasa lebih baik setelah mengonsumsi obat.”
“Tapi kenapa ponselmu tidak aktif seharian?”
“Aku sengaja mematikannya. Aku ingin terbebas dari ponselku. Kamu menghubungiku berkali-kali?”
“Tidak.”


Jung Joo berusaha menghentikan Eui Hyun yang akan mengecek ponselnya.
“Jangan cek ponselmu!”
“Sudah terlanjur. Tujuh panggilan tidak terjawab. Kamu menghubungi tujuh kali.”
Eui Hyun tampak senang sedangkan Jung Joo merasa sangat malu dan hanya menunduk.


Eui Hyun lalu duduk di depan Jung Joo dan membantunya mengompres kaki.
“Biar kulihat. Ini bengkak. Kamu baik-baik saja?”
“Maafkan aku. Kamu tidak bisa menyelesaikan tugasmu karena aku.”
“Tidak masalah. Aku juga bersalah, jadi, aku akan mengantarmu pulang. Kuharap kamu bisa berjalan. Kamu bisa berjalan?”


Di sebuah sudut pasar, Han Joon sedang duduk sambil melihat foto-foto Jung Joo di ponselnya.


Saat Jang Soon Book dan Yoon Soo datang, dia segera berdiri dan memasukkan tupukan sayuran ke dalam gerobak yang dibawa Jang Soon Bok.
“Astaga. Nanti kamu sakit.”
“Santai saja. Aku bisa melakukannya. Tidak masalah. Aku ingin melakukan ini.”


Sa Jung Do datang menginjungi Do Jin Myung.
“Kamu terlihat keren. Pasti karena udaranya yang segar.”
“Sungguh? Aku merasa bebas karena tidak bersamamu sepanjang waktu.”
“Dasar berandal. Bagaimana Myung Hee? Dia baik-baik saja?”
“Entah apa yang dia pikirkan.”
“Tidak apa-apa. Aku baik-baik saja selama dia masih hidup. Kurasa dia masih butuh waktu. Kudengar dari asistenku, Han Joon mendapatkan pekerjaan dengan membantu Jang Soon Bok.”
“Aku paling kasihan kepada Han Joon. Bagaimana dia bisa hidup layak dengan orang tua sepertimu?”
“Dia bisa mengatasinya dengan baik karena dia Han Joon. Bagaimana ini bisa terjadi? Jung Do. Maukah kamu...”
“Baiklah. Jangan cemaskan mereka berdua. Jaga dirimu ya?”


Hakim Seo bersama dengan putrinya di sbeuah cafe. Dia memesankan secangkir cokelat panas, tapi putrinya menolaknya.
“Kamu menyukai cokelat panas saat masih kecil.”
“Tidak bisa. Kini aku alergi susu.”
“Sungguh? Sejak kapan?”
“Kenapa Ayah ingin menemuiku?”
“Kenapa kamu belum menulis permintaan maafmu? Hakim memintamu menyerahkannya sebelum tanggal sidang kedua. Besok.”


Dia menjawab pertanyaan ayahnya sambil beeruarai air mata.
“Apa intinya? Aku harus meminta maaf dan bilang tidak akan melakukannya lagi, tapi jika terlibat dalam situasi serupa lagi, aku mungkin akan melakukannya lagi agar tidak menjadi orang yang dipukuli dan direkam! Saat kubilang tidak mau memukulnya, dia malah menyuruhku merekamnya. Saat kubilang tidak bisa melakukannya juga, dia bilang berarti aku yang akan direkam. Lalu aku harus bagaimana?”
Hakim Seo kemudia berlutut di samping putrinya dan memeluknya.
“Baiklah. Maafkan ayah. Ayah tidak tahu kehidupanmu sehari-hari.”
“Ayah....”


Saat hakim Oh dan panelnya sedang membuat putusan untuk kasus kekerasan siswi SMP, Jung Joo mengatakan Seo Yeon Kyung (putri hakim Seo) memberanikan diri dan mengunjungi korban dengan ayahnya untuk meminta maaf. Dia bilang tindakannya amat salah, dan meski banyak kehilangan, dia juga mendapatkan sesuatu yaitu hubungannya dengan ayahnya. Sebelumnya dia jarang mengobrol dengan ayahnya, tapi kini dia bisa sering mengobrol dengannya karena hal ini dan mulai mengetahui perasaan tulus ayahnya.


Setelah mendengar ucapan Jung Joo, hakim Oh jadi teringat hubungannya dengan putrinya.
“Putriku juga harus mengetahui perasaanku. Karena kini dia sudah remaja, tidak ada yang perlu dibicarakan. Kamu sudah makan? Kamu giat belajar? Kamu mendengarkan Ibu? Setelah menanyakan itu, tidak ada lagi yang perlu dikatakan.”
“Menurut Anda Pak Ketua baik-baik saja?” Eui Hyun bertanya pada hakim Oh.
“Bagaimana mungkin? Setelah putusan sidang ini berakhir, aku harus minum bersamanya. Semua orang di pengadilan tahu bahwa dia ayah terdakwa. Bagaimana mungkin dia tidak merasa malu? Kurasa dia mungkin akan mengundurkan diri dari jabatannya.”
“Mengundurkan diri? Tapi kapan Anda mengetahui bahwa Seo Yeon Kyung adalah putrinya?” Jung Joo bertanya pada Hakim Oh.
“Saat kali pertama melihat ibunya, wajahnya tampak tidak asing. Pak Ketua pernah membawa istrinya ke acara kantor. Saat itulah aku melihat dia. Kurasa dia sengaja tidak memberi tahu kita agar panel kita tidak merasa tertekan. Aku melihat sisi lain dirinya. Omong-omong, sidang ini juga menurunkan semangatku sebagai orang tua yang memiliki anak perempuan.”


Eui Hyun menanggapi ucapan hakim Oh sambil membaca berkas kasusnya. Tapi hakim Oh memperhatikannya dengan serius.
“Kami pun turut kecewa dan kami bahkan bukan orang tua.”
“Kami bahkan bukan... Pilihan kata-kata yang aneh. Karena sedang membahas ini, aku ingin menanyakannya. Kalian bukan sekadar kolega, benar?”
“Apa?” Jung Joo dan Eui Hyun merespon secara bersamaan. “Ya.”


Hakim Oh menunjuk Jung Joo sambil mengatakan “Apa” dan menunjuk Eui Hyun dengan mengatakan “Ya” beberapa kali dia mengulangi hal itu lalu dia tertawa.
“Ayo yang kompak.”
“Agar kami kompak, makan siang hari ini...”
Sebelum Eui Hyun menyelesaikan ucapannya, hakim Oh sudah mengerti maksud Eui Hyun.
“Kamu tidak mau aku ikut makan siang? Kalau begitu, kalian harus memberitahukan hasil diskusinya dahulu. Kalau begitu, aku pamit.”


Hakim Oh membereskan berkasnya lalu segera beranjak, tapi Jung Joo berusaha menahannya.
“Pak Oh.”
Hakim Oh tidak memperdulikannya.


“Karena Pak Oh bersikeras makan siang sendirian, kita harus makan siang sendiri.
“Tetap saja.”
“Kita harus mendiskusikan ini.”
Load disqus comments

0 comments